Heart Attack

03.00 0 Comments A+ a-

Wellcome to my... short story... 
hope you guys enjoy this cerpen ala ala ;)
❤👇⧪



Demi Point Of View
          
          Aku menelisik keadaan sekolah ini. Sekolah yang sudah satu tahun aku tempati untuk menimba ilmu. Sudah satu tahun juga aku menyukai lelaki itu. Tidak, ini bukan perasaan suka biasa, tapi lebih dari ini. Aku memandangi lelaki itu yang sedang bersundau gurau dengan teman lelakinya. Sudah satu tahun aku menyukainya dan itu hanya aku simpan dalam hati. Tidak bisa ku ungkapkan. Mungkin aku sudah berkaca dengan diri sendiri. Aku bukan wanita idamannya. Aku tidak cantik, pintar, dan sebagainya. Aku sadar itu.
            Pria setampan dia tidak mungkin menyukaiku. Namun, entahlah. Aku benar-benar menyukainya. Jantungku berdetak lebih kencang ketika bertemu dengannya, sendi-sendiku menjadi kaku. Dan aku tidak bisa mengatakan, kalau perasaan ini adalah perasaan cinta, walaupun ku katakan dalam benak ini. Ya, mungkin sedang jatuh cinta. Sejujurnya, ini tidak bisa di katakan cinta pandangan pertama. Awalnya, aku hanya mengenalnya sebagai teman sekelas, belum ada perasaan yang mendalam ketika pertama bertemu. Lambat laun aku menyukainya. Tidak dari fisiknya. Tapi dari sikapnya. Sikapnya yang selalu menghargai wanita. Berbeda dengan teman lelakiku di kelas yang lainnya. Dan sekarang, setelah kami naik kelas dan ditempatkan dalam kelas yang berbeda, aku hanya bisa melihatnya dari kejauhan.
            Perasaan ini memang manis, tapi sungguh menyakitkan. Aku tidak bisa mendapatkannya. Dia sudah mendapatkan oranglain. Itu bukan aku. Mungkin sampai saat ini, tetap bukan aku. Dia sudah memiliki kekasih yang jauh lebih baik dariku. Benar-benar sakit meratapi ini. Tidak masalah. Dengan melihatnya saja, aku seperti makhluk Tuhan yang palin
g beruntung. Tidak pada kenyataannya.
            Bertahun-tahun aku memendam perasaan ini, tanpa diketahui olehnya.
            Saat itu, sekolahku sedang mengadakan pentas seni. Aku ingin sekali ikut untuk menunjukkan sedikit kemampuanku dalam bidang menyanyi. Aku tidak yakin bisa mengikuti acar seperti ini. Aku bukan tipe orang yang aktif atau pandai bergaul, aku hanya wanita yang senang menyendiri dan pendiam. Tapi kali ini, aku ingin sekali mengikuti lomba itu. Sekali-kali aku ingin merasakan menjadi seorang penyanyi. Ini mungkin terlihat geli untukku. Tidak, aku harus mencobanya.
Aku mencoba bicara pada panitia pentas seni yang kebetulan adalah teman sekelasku dulu. Aku tidak cukup akrab dengannya, tapi aku mengenalnya dan dia mengenalku.
            “Hai, Demi.” Sapa dia kepadaku dengan senyum manisnya. Dia tengah sibuk mengatur keperluan acara tersebut.
            “Hai. Maaf menganggumu. Aku boleh mendaftarkan diri untuk mengisi pentas seni ini?” Aku sungguh ragu-ragu bertanya seperti ini. Apa aku pantas untuk berada di panggun
g itu untuk bernyanyi? Dan aku takut jika suaraku tidak diterima oleh murid-murid lainnya.
            Shakira, temanku itu bergumam sejenak dan tiba-tiba dia berekspresi dengan mengangguk. Astaga, aku tidak yakin dengan jawabannya itu. Dia menyetujui permintaanku. Aku loncat kegirangan dan lansung memeluknya dengan erat.
            “Terimakasih banyak.” Aku tersenyun dan baru akan melepaskan pelukanku sebelum dia mati kehabisan napas.
***
            Baiklah, tadi pagi Shakira sudah mengijinkanku bernyanyi diatas panggung, dengan durasi 4 menit, sekali tampil saja. Dan sore ini, aku harus bersiap-siap untuk menghadiri pentas seni, karena sekarang aku adalah bintang tamunya. Dari rumah sudah ku persiapkan penampilanku lebih baik lagi agar tidak memalukan.
            Di balik panggungpun aku berdoa agar aku sukses membawakan lagu ini. Lagu pertama yang ku buat seminggu sebelum acara pentas seni ini dimulai. Ini bukan suatu perencanaan, hanya kebetulan saja. Lagu ini ku buat ketika aku melihatnya. Melihat pria idamanku itu. Aku sedikit gugup. Uh, lebih dari perasaan gugup. Keringat
terus bercucuran di dahiku lalu ke pelipis. Ini kali pertama aku bernyanyi dengan ratusan murid-murid dan mungkin saja, lelaki idamanku itu ikut menyaksikanku. Disini aku hanya bermodalkan kepercayaan diri. Aku juga sangat heran dengan diriku, mengapa aku bisa seberani ini?
            Aku mengatur napasku dan juga detak jantungku yang langsung melonjak ketika pembawa acara memanggilku dari atas panggung. Aku mengerjapkan mataku. Cahaya panggungnya di buat gelap, aku terduduk di atas kursi dengan memangku gitarku. Sebuah mikrofon sudah disediakan sejajar dengan bibirku. Satu lampu panggung tersorot kearahku. Itu membuatku tidak bisa melihat penonton, tapi mungkin mereka bisa melihatku.
            Aku mulai mengangkat jemariku dan memejamkan mataku sejenak. Mengontrol napas dan mulai membuka mulutku.
Puttin’ my defences up‘Cause I don’t wanna fall in love If I ever did that I think I’d have a heart attack
Aku mulai memainkan gitarku, membuka mataku dan kembali melanjutnya musiknya.
Never put my love out on the line. Never said yes to the right guy. Never had trouble getting what I want. But when it comes to you, I’m never good enough.
When I don’t care I can play ‘em like a Ken doll Won’t wash my hair, Then make 'em bounce like a basketball
But you make me wanna act like a girl Paint my nails and wear high heels Yes, you make me so nervous And I just can’t hold your hand.
Cahaya lampu menjadi terang dan penonton-penonton itu terlihat denganku.
You make me glow, but I cover up Won’t let it show, so I’m
Puttin’ my defences up'Cause I don’t wanna fall in love If I ever did that
I think I’d have a heart attack
Never break a sweat for the other guys When you come around I get paralyzed And every time I try to be myself It comes out wrong like a cry for help
It's just not fair Brings more trouble than love is worth I gasp for air It feels so good, but you know it hurts
But you make me wanna act like a girl Paint my nails and wear perfume For you. Make me so nervous And I just can’t hold your hand

Aku melihatnya disana. Di barisan ketiga.

You make me glow, but I cover up Won’t let it show, so I’m
Puttin’ my defences up 'Cause I don’t wanna fall in love If I ever did that I think I’d have a heart attack
The feelings are lost in my lungs They’re burning, I’d rather be numb And there’s no one else to blame So scared I take off in a run I’m flying too close to the sun And I burst into flames
You make me glow, but I cover up Won’t let it show, so I’m
Puttin’ my defences up‘Cause I don’t wanna fall in love If I ever did that I think I’d have a heart attack.

            Musiknya sudah berhenti, penonton memberikan tepuk tangan yang meriah. Aku benar-benar terkejut atas respon mereka semua. Oh, tidak. Aku lebih terkejut ketika melihatnya bertepuk tangan untukku. Aku tersenyum dengan puas, sangat puas sekaligus senang, karena mereka semua puas dengan penampilanku. Terlihat menikmati lagu yang kupersembahkan.

            3 jam berlalu

             Acara pentas seni ini sudah selesai. Semua meninggalkan panggung pertunjukkan. Aku sudah keluar dari ruang pentas seni mengikuti dengan penonton yang keluar berbarengan. Aku menenteng tas gitar beserta isinya yang lumayan berat. Aku melangkah kedepan gerbang untuk meninggalkan sekolah ini sebelum akhirnya seseorang menyentuh pundakku. Sontak itu membuatku menoleh kearahnya. Aku hampir terlonjak kaget. Dia yang menyentuhku. Jantungku langsung berdetak cepat, aliran darahku seakan berhenti. Aku hampir malu, takut dia mendengar detak jantungku yang keras ini. Dan tas gitarku tergeletak begitu saja di lantai.
            “Demi, penampilanmu sangat menakjubkan.” Dia berkomentar seperti itu yang membuatku serasa ingin terbang, melayang hingga langit ke-tujuh. Berarti, dari awal hingga akhir, dia memperhatikanku.
            “Thank’s..... Keith.” Aku menampakkan senyuman yang lebar dari sudut birbirku. Kemudian aku memandang Alexa—kekasih keduanya selama dia bersekolah disini, setelah sebelumnya dia memiliki hubungan denga Marrie. Alexa tersenyum kepadaku. Aku melihat mereka bergandengan. Ini cukup membuat sadar. Keith hanya memujiku, dia tidak mungkin menyimpan perasaan yang sama padaku. Dia sudah memiliki Alexa.

            Aku harus sadar. Cinta itu tak harus memiliki. Tapi susah bagiku untuk melupakannya, hingga kami pun lulus. Perasaan ini masih tumbuh, walaupun tidak sesakit sebelumnya, karena aku harus setiap hari melihatnya bersama dengan Alexa. Dan sekarang aku tidak perlu sakit melihat mereka berdua. Mencintainya selama bertahun-tahun tanpa ada balasan sedikitpun itu cukup membuat hatiku nyeri, seperti di timpa baja yang beratnya mungkin melebihi isi perut bumi. Aku berusaha untuk melupakannya dan melangkah membuka hari yang baru. 
           

            Kau tahu kenapa aku tidak bisa melupakannya? Karena perasaan ini sudah sangat dalam.


(c) Indi Vidyafi