CERPEN : Bunga Terindah

04.17 0 Comments A+ a-


Tepuk tangan begitu meriah yang diberikan untuk Rido. Aku memandanginya dari bangku ku. Rido mempersembahkan sebuah lagu yang indah, yang dibuatnya semalaman untukku. Pria itu mendekati tempatku duduk sambil memberikan mawar putih untukku. Dia tersenyum manis padaku, akupun juga membalasnya dan menerima pemberiannya.
            “Bagaimana?” Tanyanya. Aku membalasnya dengan senyuman, kemudian tertawa. Rido menkerutkan alisnya. Dan itu adalah salah satu hal yang aku sukai darinya.
            Aku dan Rido sudah menjalani hubungan selama dua tahun. Waktu yang lama, bukan? Tentu. Menjalani hubungan yang pasti ada saja rintangan. Pada pertengahan malam, Rido mengajakku jalan-jalan mengelilingi kota. Pasti midnight seperti ini banyak event-event menarik yang tersedia disudut kota. Sebelumnya, Rido menjemputku, dan meminta ijin kepada orangtuaku terlebih dahulu. Dia membawaku dengan motornya.
            “Olive, aku pengen kenalin kamu sama seseorang.” Ujarnya, setelah sebelumnya kami memarkirkan motor Rido.



            “Siapa?” tanyaku, sambil terus melangkah. Dia hanya tersenyum, dan terus menggenggam erat tanganku.
            Dikerumunan, aku melihat ada seorang gadis yang sedang membawa tongkat layaknya tuna netra. Dengan kebetulan, Rido menarik tanganku menuju kea rah gadis itu.
            “Aku mau kenalin dia sama kamu.” Kata Rido setelah kami sampai dihadapan perempuan itu.
            “Siapa dia?” tanyaku lagi.
            “Dia Mawar.” Tuturnya sembari menarik tangan Mawar. Dan menyatukan tangan kami berdua. “Mawar, ini Olive. Dia pacarku.”
            “Pacar?” Tanya Mawar. Terdengar nada tak biasa, seperti kaget. Apa sebelumnya Rido tak pernah menceritakan tentang aku kepadanya?
            “Iya. Maaf sebelumnya aku tidak bercerita mengenai Olive ke kamu, atau bahkan sebaliknya.”
            Sejak malam itu, aku dan Mawar saling kenal. Aku juga baru tahu, bahwa Rido dan Mawar sudah sebulan saling kenal. Semenjak Rido memperkenalkanku dengan Mawar, Rido jadi sering bercerita tentang Mawar kepadaku. Katanya, Mawar adalah sosok yang menginspirasinya. Ya, itu sangat bagus. Tapi, entah mengapa aku sangat khawatir dengan hubungan kami. Aku takut Rido menyimpan perasaan pada Mawar.
            “Sayang, kamu kenapa diam?” Tanya Rido padaku.
            “Nggak pa-pa.” Jawabku singkat. Seketika wajahku yang semula lesu, kembali bersemangat. Dia memberiku sebuah bunga mawar untukku. Bunga kesukaanku.
            “Ini buat kamu.” Rido menyodorkan bunganya kepadaku. Aku masih menghirup aroma mawar ini. Aroma yang masih sangat segar. Tapi, itu berubah. Raut wajahku kembali ke ekspresi semula. Aku mulai tidak suka ketika dia member pernyataan seperti itu.
            “Itu dari Mawar. Bagus ya dia bias milih bunga yang masih segar seperti itu.”
            “kok dia tahu kalo aku suka mawar?” Tanyaku dingin.
            “Aku yang ngasih tau.” Entah kenapa aku tidak berselera untuk menghirup aromanya. Aku terdiam cukup lama, yang membuat Rido mungkin bertanya-tanya, kebingungan.
            “Kamu suka sama Mawar?” tanyaku tiba-tiba. Matanya membulat.
            “Kamu ngomong apasih?”
            “Setiap hari yang kamu omongin Mawar….  Mawar terus. Bahkan kamu yang biasanya ketemu aku langsung nanyain kabarku, sekarang nggak pernah sama sekali.”
            “Kamu nggak suka?”
            “Nggak!”
            “Aku mau kita putus?” ujarnya dengan sangat lembut. Pernyataan yang membuat dadaku sesak. Ada angin apa yang membuat Rido seperti itu. Benar dugaanku selama ini, dia benar-benar menyukai Mawar. Bahkan mencintainya.
            “Oke.” Tanpa berpikir panjang, aku menyutujui keputusannya. Air mataku tiba-tiba menetes. Dan sekarang? Kita tidak ada hubungan lagi.
            Sebulan sudah berlalu. Rasa sakit belum sepenuhnya menghilang dalam hatiku. Setiap berpapasan dengannya di kampus, rasa sakit itu terus saja muncul. Setiap berpapasan dengannya, kami hanya saling berdiam. Alasannya tidak kuat untuk kami putus.
            Kemarin, aku melihatnya di kantin. Wajahnya sangat pucat dan lesu. Aku takut dia kenapa-kenapa semenjak kita putus. Ah, tapi itukan keinginannya.
            Aku berniat untuk berjalan-jalan ketaman. Sekedar untuk menenangkan diri. Tetapi, aku jadi teringat ketika pertama kali aku bertemu dengannya disini. Ketika dia meminjam pensil kepadaku. Rido bukan pria yang banyak berbasa-basi. Aku suka itu.
            Aku menyapu pandanganku kesekeliling taman ini. Tepatnya, aku menemui sosok yang ku kenali. Dia sedang duduk diatas kursi panjang berwarna putih. Dia tengah duduk sendirian. Pandangannya lurus kedepan. Aku memberanikan diri untuk mendekatinya. Bahkan, aku harus berani meredam emosiku.
            “Hai.. Ini aku Olive.” sapaku terlebih dahulu.
            “Hai.. Apa kabar?” Tanyanya.
            “Baik. Kamu sendiri?”
            “Baik.” Sebuah senyuman terlihat dari bibirnya.
            “Kamu keliatan bahagia. Gimana dengan hubungan kalian?”
            “kalian?” Alisnya mengkerut.
            “Kamu dengan Rido.” Jelasku.
            “Hubungan atara teman? Ya, tentu baik.” Ujarnya.
            “hubungan kekasih.”
            “Mana mungkin.. kita hanya teman.”  Jelasnya. “Olive?” panggilnya.
            “Iya?”
            “Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan tentang Rido.” Sepertinya serius. Aku menatapnya dengan dalam. “Aku tau kalian sudah putus.” Lanjutnya. Aku kira Rido tidak bercerita tentang hubungan kami yang sudah putus.
            Setelah 10 menit Mawar bercerita. Pernyataan yang ia lontarkan cukup membuat air mataku seketika menetes. Dadaku seperti dihantam ribuan baja. Pernyataan yang tidak pernah terbayang dalam otakku. Aku terdiam sangat lama. Mengingat kembali ucapan Mawar. “Rido terkena kanker paru-paru. Itu adalah alasan yang membuat Rido tidak mempertahankan kamu.” Aku baru tahu kalau Mawar adalah motivasi terbesarnya, dan aku baru tahu kalo Rido benar-benar mencintaiku. Aku sesenggukkan. Apa yang harus aku lakukan? Aku tidak ingin kehilangannya.
            Sudah dua hari aku tidak melihat Rido. Apa yang terjadi dengannya. Aku menghubunginya lewat ponsel,  tidak ada jawaban. Sejam kemudian aku mendapat kabar dari temannya. Rido sedang dirawat dirumah sakit. Dan semenit kemudian, aku mendapat kabar dari Mawar, kalo Rido sudah semakin parah. Dengan cepat, aku mengunjunginya ke rumah sakit. Sialnya, ban mobilku bocor. Akhirnya aku memilih untuk menggunakan ojek. Tidak lama aku sampai di salah satu rumah sakit Jakarta. Aku mengingat kembali nomor ruangan yang sudah diberi tahu Mawar. Aku mencari tak begitu lama. Dapatlah kamar dengan nomor 021. Sekarang, aku siap bertemu dengannya. Aku mulai membuka kenop pintu dan memasang wajah ceria. Bingkisan buah-buahan dan bunga mawar juga sudah ku siapkan. Setelah pintu terbuka, aku mendengar suara tangisan. Aku terdiam sejenak. Ini bercanda bukan? Pasti Rido ingin membuat kejutan denganku. Aku meletakan bunga mawar dan bingkisan itu diatas meja. Lalu mendekatinya. Suara tangisam orang-orang disekelilingnya semakin kuat ku dengar.
            “Rido?” aku memastikan. Lagi-lagi air mataku keluar dengan sendirinya. Aku menggenggam jemarinya. Sangat dinging. Aku mencium punggung tangannya. Kenyamanan yang sudah lama tak kurasakan. Dia hanya membisu. Tak merespon sama sekali. Sejak saat itu aku tahu dia sudah tidak ada. Aku benci ini. Aku tidak bias menemaninya, disaat terakhirnya.