Sakura No Hana-1 (CERPEN)
Pohon sakura adalah salah satu pohon yang tergolong dalam familia Rosaceae, genus Prunus sejenis dengan pohon prem, persik, atau aprikot, tetapi secara umum sakura digolongkan dalam subgenus sakura.
Aku sangat
menyukai sakura, bentuknya sangat menarik perhatian ku. Terlebih lagi saat ia
berguguran. Semuanya mengingatkanku pada kejadian 1 tahun yang lalu, saat aku
tertarik dengan seorang wanita bermata lonceng yang mengetarkan hati. Kejadian
yang tidak akan pernah bisa terulang lagi bahkan tidak bisa aku dapatkan.
Kejadian yang berawal di kota ini, kota Osaka yang merupakan kota terbesar ke
tiga di Jepang. Kota ini benar-benar indah. Seindah dia...
Aku Martin,
seorang mahasiswa asal Indonesia yang ingin mencari sesuatu ketertarikan di
sebuah kota terkenal di Jepang, yaitu Osaka. Sejak kecil aku mengimpikan untuk
melihat sakura yang tumbuh di wilayah Jepang. Aku
mendaratkan kakiku pada sebuah desa yang awalnya aku sendiri tidak
mengetahuinya. Udaranya sangat sejuk, pemandangannya pun sangat indah.
Kisahku ini
berawal pada malam itu. Saat masyarakat kota Osaka mengadakan festival
Tenjinmatsuri, yang merupakan festival tahunan di kota Osaka. Acara ini cukup
meriah dan menarik pandanganku. Aku memusatkan pandanganku pada kembang api
yang menyala-nyala pada
malam hari seperti pada acara tahun baru. Dan tidak ingin melewati kejadian terindah ini, aku
langsung mengambil banyak gambar dari kejadian yang menakjubkan itu.
“Benar-benar
indah.” Ujarku saat itu. Sembari terus memperhatikan pandanganku pada
kemeriahan acara Tenjimatsuri.
“Sepertinya
kau orang asing?” suara itu membuatku memalingkan perhatianku pada kembang api
yang dinyalakan. Sepertinya dia adalah orang Indonesia.
“Siapa kau?
Kau bisa bahasa
Indonesia?” Tanyaku pada seorang wanita yang berdiri disampingku yang sedang
mengenakan pakaian khas Jepang yang terlihat, anggun. Wanita itu benar-benar
cantik dan bermata lonceng,
itu penilaian pertama waktu melihatnya. Sebelum ia menjawab pertanyaanku, gadis itu langsung
menjulurkan tangannya kearahku, kemudian aku membalasnya dengan menyebutkan
namaku.
“Namaku
Hikaru. Aku penduduk asli di kota Osaka. Aku sempat tinggal di Indonesia selama
5 tahun. Ayahku asli Jepang, lalu menikahi ibuku yang merupakan orang asli
Indonesia.” Jelasnya. Kemudian lanjut bertanya. “Dan dalam rangka apa kau
menghadiri festival Tenjimatsuri, Martin?” Sebutnya diakhir kalimat. Namaku
yang sudah kusebutkan sebelumnya.
“Bukankah
festival ini boleh dihadiri oleh siapa saja? Aku sangat tertarik dengan kota
ini. Osaka benar-benar menarik perhatianku. Entahlah, sejak kecil aku sangat
ingin berkunjung ke Jepang untuk sekedar melihat indahnya sakura.” Kataku
panjang. Hikaru pun hanya mengangguk. “Kau tinggal dimana?” tanyaku.
“Aku tinggal
disana.” Dia menunjuk salah satu rumah sederhana yang terlihat remang-remang
bagiku. Dia berlari pergi meninggalkanku setelah ia menunjukkan rumahnya. Aku
langsung memanggilnya. Dengan tiba-tiba dia pergi tanpa berpamit.
Esok harinya
aku berniat untuk menemui gadis itu di tempat pertama kali kita bertemu. Dia membuatku
semakin penasaran. Tanpa berifikir panjang aku langsung menemui rumahnya yang
terletak tidak jauh dari sungai tempat perayaan festival Tenjimatsuri. Sejak kecil aku
dijuluki sebagai lelaki pencakar langit. Aku tidak tahu mengapa banyak sekali
keluargaku yang memanggilku seperti itu. Mungkin ketertarikanku pada alam, dan
rasa ingin tahuku tentang apasaja. Dan, menurut ibuku aku adalah lelaki
pemberani yang berani mencari keindahan untuk keburukkan. Karena, menurut ibuku
sesuatu yang menurutku baik sekali belum tentu itu benar-benar baik. Dan
sekarang mungkin aku sedang melakukan hal yang bodoh, aku terlalu berani
menemui Haruka, gadis yang baru saja ku kenal tadi malam.
Aku
terus berjalan menusuri rumah Hakura dan kemudian seseorang menepuk pundakku
yang sontak membuatku menoleh ke belakang. “Untuk apa kau disini?” Tanyanya.
Nada bicaranya agak sedikit getar, seperti ada yang ditakutkan.
“Aku
ingin berkunjung ke rumahmu. Ya, kau taulah hanya kau orang yang bisa berbahasa
Indonesia denganku. Disini aku hanya mengenalmu.” Kataku.
“Tapi
sebaiknya kau tidak terlalu cepat mempercayai orang asing.”
“Siapa
bilang aku mempercayaimu? Aku hanya ingin berteman.”
“Pergilah.
Aku tidak ingin berteman dengan siapa-siapa.” Tegasnya. Pernyataan itu sontak
membuatku kaget sekaligus membuatku penasaran. Apakah aku yang terlalu
berburu-buru untuk mengenal seseorang? Rasa penasaran terhadap dirinya,
bukanlah rasa penasaran yang biasa. Seperti musim yang sedang bertemu dengan
sakura terindah. Jatuh cinta?