Sakura No Hana-1 (CERPEN)

06.27 0 Comments A+ a-


Pohon sakura adalah salah satu pohon yang tergolong dalam familia Rosaceae, genus Prunus sejenis dengan pohon prem, persik, atau aprikot, tetapi secara umum sakura digolongkan dalam subgenus sakura.
            Aku sangat menyukai sakura, bentuknya sangat menarik perhatian ku. Terlebih lagi saat ia berguguran. Semuanya mengingatkanku pada kejadian 1 tahun yang lalu, saat aku tertarik dengan seorang wanita bermata lonceng yang mengetarkan hati. Kejadian yang tidak akan pernah bisa terulang lagi bahkan tidak bisa aku dapatkan. Kejadian yang berawal di kota ini, kota Osaka yang merupakan kota terbesar ke tiga di Jepang. Kota ini benar-benar indah. Seindah dia...

            Aku Martin, seorang mahasiswa asal Indonesia yang ingin mencari sesuatu ketertarikan di sebuah kota terkenal di Jepang, yaitu Osaka. Sejak kecil aku mengimpikan untuk melihat sakura yang tumbuh di wilayah Jepang. Aku mendaratkan kakiku pada sebuah desa yang awalnya aku sendiri tidak mengetahuinya. Udaranya sangat sejuk, pemandangannya pun sangat indah.
            Kisahku ini berawal pada malam itu. Saat masyarakat kota Osaka mengadakan festival Tenjinmatsuri, yang merupakan festival tahunan di kota Osaka. Acara ini cukup meriah dan menarik pandanganku. Aku memusatkan pandanganku pada kembang api yang menyala-nyala pada malam hari seperti pada acara tahun baru. Dan tidak ingin melewati kejadian terindah ini, aku langsung mengambil banyak gambar dari kejadian yang menakjubkan itu.
            “Benar-benar indah.” Ujarku saat itu. Sembari terus memperhatikan pandanganku pada kemeriahan acara Tenjimatsuri.
            “Sepertinya kau orang asing?” suara itu membuatku memalingkan perhatianku pada kembang api yang dinyalakan. Sepertinya dia adalah orang Indonesia.
            “Siapa kau? Kau bisa bahasa Indonesia?” Tanyaku pada seorang wanita yang berdiri disampingku yang sedang mengenakan pakaian khas Jepang yang terlihat, anggun. Wanita itu benar-benar cantik dan bermata lonceng, itu penilaian pertama waktu melihatnya. Sebelum ia menjawab pertanyaanku, gadis itu langsung menjulurkan tangannya kearahku, kemudian aku membalasnya dengan menyebutkan namaku.
            “Namaku Hikaru. Aku penduduk asli di kota Osaka. Aku sempat tinggal di Indonesia selama 5 tahun. Ayahku asli Jepang, lalu menikahi ibuku yang merupakan orang asli Indonesia.” Jelasnya. Kemudian lanjut bertanya. “Dan dalam rangka apa kau menghadiri festival Tenjimatsuri, Martin?” Sebutnya diakhir kalimat. Namaku yang sudah kusebutkan sebelumnya.
            “Bukankah festival ini boleh dihadiri oleh siapa saja? Aku sangat tertarik dengan kota ini. Osaka benar-benar menarik perhatianku. Entahlah, sejak kecil aku sangat ingin berkunjung ke Jepang untuk sekedar melihat indahnya sakura.” Kataku panjang. Hikaru pun hanya mengangguk. “Kau tinggal dimana?” tanyaku.
            “Aku tinggal disana.” Dia menunjuk salah satu rumah sederhana yang terlihat remang-remang bagiku. Dia berlari pergi meninggalkanku setelah ia menunjukkan rumahnya. Aku langsung memanggilnya. Dengan tiba-tiba dia pergi tanpa berpamit.
            Esok harinya aku berniat untuk menemui  gadis itu di tempat pertama kali kita bertemu. Dia membuatku semakin penasaran. Tanpa berifikir panjang aku langsung menemui rumahnya yang terletak tidak jauh dari sungai tempat perayaan festival Tenjimatsuri. Sejak kecil aku dijuluki sebagai lelaki pencakar langit. Aku tidak tahu mengapa banyak sekali keluargaku yang memanggilku seperti itu. Mungkin ketertarikanku pada alam, dan rasa ingin tahuku tentang apasaja. Dan, menurut ibuku aku adalah lelaki pemberani yang berani mencari keindahan untuk keburukkan. Karena, menurut ibuku sesuatu yang menurutku baik sekali belum tentu itu benar-benar baik. Dan sekarang mungkin aku sedang melakukan hal yang bodoh, aku terlalu berani menemui Haruka, gadis yang baru saja ku kenal tadi malam.
            Aku terus berjalan menusuri rumah Hakura dan kemudian seseorang menepuk pundakku yang sontak membuatku menoleh ke belakang. “Untuk apa kau disini?” Tanyanya. Nada bicaranya agak sedikit getar, seperti ada yang ditakutkan.
            “Aku ingin berkunjung ke rumahmu. Ya, kau taulah hanya kau orang yang bisa berbahasa Indonesia denganku. Disini aku hanya mengenalmu.” Kataku.
            “Tapi sebaiknya kau tidak terlalu cepat mempercayai orang asing.”
            “Siapa bilang aku mempercayaimu? Aku hanya ingin berteman.”
            “Pergilah. Aku tidak ingin berteman dengan siapa-siapa.” Tegasnya. Pernyataan itu sontak membuatku kaget sekaligus membuatku penasaran. Apakah aku yang terlalu berburu-buru untuk mengenal seseorang? Rasa penasaran terhadap dirinya, bukanlah rasa penasaran yang biasa. Seperti musim yang sedang bertemu dengan sakura terindah. Jatuh cinta?